Wednesday, March 16, 2011

Cokelat 101, From Beans to Bars, episode 1: Where it begins

Artikel ini adalah pembuka dari cerita panjang cokelat. Meskipun cokelat lebih kita kenal sebagai bentuk batangannya seperti kebanyakan di pasaran tetapi cokelat bermula dari biji yang mungkin kebanyakan orang belum pernah melihat wujudnya, yang disebut sebagai biji kakao.
Artikel ini sekaligus juga menjadi flash back ku kerja praktek di PTPN IX Balong Beji, Jepara, Jawa Tengah beberapa tahun yang lalu. Bila dilihat dari peta maka letaknya sekira pas di bagian kepala Jawa Tengah. Yup, Indonesia merupakan salah satu penghasil biji kakao terbesar di dunia, kalau tidak salah malah nomor dua setelah Pantai Gading, kebanyakan penghasil biji kakao ini adalah PT Perkebunan Nusantara yang masih termasuk dalam keluarga besar BUMN.
Jadi mari dimulai, cerita panjang perjalanan cokelat dari asalnya, perkebunan kakao.
Cokelat berasal dari tumbuhan kakao yang bernama latin Theobroma cacao, merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon. Secara liar bisa tumbuh hingga 10 m, tetapi di perkebunan dijaga hanya 5 m untuk memperbanyak cabang produktif dan mempermudah pemanenan buah kakao.
Yang unik dari pohon kakao adalah bunga dan buahnya yang tumbuh langsung dari batang, ini yang mencirikannya sebagai anggota Sterculiciaceae (cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3cm), tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari satu titik tunas. Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki.
Ukuran buah jauh lebih besar dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5 daun buah dan memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji. Warna buah berubah-ubah. Sewaktu muda berwarna hijau hingga ungu. Apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning.
Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah, di bagian dalam. Biji dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna putih yang dalam istilah pertanian disebut pulp. Endospemia biji mengandung lemak dengan kadar yang cukup tinggi.


Nah, biji kakao inilah yang kemudian diolah untuk menjadi cokelat.
Di perkebunan kakao, buah kakao dipanen untuk kemudian dipecah dan diambil bijinya. Pemecahan buah ini sendiri merupakan suatu seni tersendiri karena buah yang harus dipecah bisa ratusan jumlahnya. Cara pemecahannya pun bisa berbeda antara satu kebun dengan kebun lainnya. Setelah dipecah, kulit buah dan daging buah biasanya dikubur di tempat yang telah disediakan. Dalam satu buah kakao bisa terdapat 20 – 25 biji kakao. Biji kakao ini masih diselimuti dengan pulp. Biji kakao ini kemudian dikumpulkan di satu tempat untuk kemudian dikirim ke bagian pengolahan pasca panen dari perkebunan kakao tersebut.
Sekali waktu anda berkesempatan berkunjung ke suatu perkebunan kakao, cobalah untuk menikmati pulp dari biji kakao tersebut dengan cara mengulum bijinya, rasanya lumayan enak, tapi jangan lupa untuk tidak menelan biji kakaonya :)




Di bagian pengolahan pasca panen ini, biji kakao akan mengalami serangkaian proses pengolahan sebelum bisa dikirim keluar dari perkebunan. Sesampainya di bagian pengolahan, biji kakao akan difermentasi. Fermentasi ini dilakukan dengan cara memasukkan biji kakao ke dalam kotak kayu dan kemudian ditutup dengan karung goni atau sejenisnya selama lazimnya 5 hari. Kotak kayu ini disusun bertumpuk menyerupai anak tangga. Tujuannya adalah untuk mempermudah pembalikan biji kakao. Pembalikan ini dilakukan pada hari ketiga dan bertujuan agar proses fermentasi bisa berjalan merata di semua bagian dalam kotak. Bagian depan kotak akan dibuka dan biji kakao akan didorong masuk dari kotak atas ke dalam kotak di bawahnya. Dengan demikian biji kakao yang semula berada di bagian atas kotak akan menjadi di bagian bawah kotak.


Ada banyak tujuan dari fermentasi biji kakao ini, yang paling jelas adalah untuk memisahkan pulp dari biji kakao itu sendiri. Namun pemisahan pulp ini sendiri akan berimbas banyak. Karena fermentasi dilakukan nyaris anaerob, maka akan terbentuk alcohol dan kemudian asam. Proses fermentasi sendiri akan menyebabkan suhu dalam tumpukan biji kakao menjadi meningkat. Kombinasi suhu dan asam ini akan menyebabkan biji kakao menjadi tidak bisa bertunas. Imbas yang paling diinginkan sendiri adalah selama proses fermentasi ini akan pembentukan aroma dan warna khas cokelat pada biji kakao. Biji kakao yang semula berwarna putih akan berubah menjadi coklat.
Setelah selesai difermentasi, biji kakao akan dicuci dengan cara mengalirkan ke saluran pencucian khusus dan melewati alat pencuci biji kakao. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan sisa pulp sekaligus kotoran yang mungkin masih tercampur.
Setelah dicuci maka biji kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan ini bisa dilakukan dengan mesin pengering maupun dengan penjemuran di bawah sinar matahari. Dari keduanya, yang menghasilkan mutu biji kakao yang lebih baik adalah dengan penjemuran di bawah sinar matahari. Hal ini karena pengeringan dengan sinar matahari sifatnya lebih lambat daripada mesin pengering sehingga lebih gentle bagi biji kakao. Pengeringan yang gentle mencegah terjadinya case hardening. Namun yang paling penting adalah pengeringan yang gentle juga membantu pembentukan aroma dan flavor khas cokelat menjadi lebih ‘bulat’ dari sebelumnya hanya fermentasi. Pengeringan dengan mesin pengering sendiri, selain rawan case hardening juga bisa menyebabkan kontaminasi aroma dari bahan bakar mesin pengering ke dalam biji kakao, biji kakao bisa menjadi terkontaminasi aroma asap.
Case hardening adalah fenomena di mana pengeringan terjadi begitu cepat sehingga bagian luar biji kakao menjadi keras dan kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini terjadi karena sifat dari pengeringan sendiri yang terjadi dalam tiga tahapan: 1. Air dari permukaan bahan menguap keluar, 2. Air dari bagian dalam bergerak menuju ke bagian luar bahan dan 3. Air yang berasal dari bagian dalam bahan mencapai bagian luar bahan dan menguap keluar. Bila pengeringan terjadi sangat cepat, dalam artian selisih suhu udara pengering dan suhu bahan yang dikeringkan terlalu jauh, maka proses 2 dan 3 tidak bisa terjadi karena bagian luar bahan terlanjur kering dan mengeras. Ingat French fries, yang luarnya kriuk tapi dalamnya masih lembut? Nah, itu adalah contoh case hardening.
Kembali ke cokelat. Setelah dikeringkan maka biji kakao kemudian disortasi sesuai dengan gradenya. Sortasi ini berdasar bentuk fisik, ukuran dan keutuhan biji kakao dan dilakukan secara manual atau dengan mesin sortasi

Selesai sortasi, biji kakao kemudian dikemas dalam karung dan dikirim ke pabrik pengolahan biji kakao, mengakhiri proses pengolahannya di area kebun, sekaligus pula mengakhiri penamaannya sebagai kakao.
Proses selanjutnya pengolahan biji kakao yang menghasilkan turunannya sebagai kokoa akan dibahas di episode 2. Semoga masih menarik untuk dibaca :)

6 comments:

  1. weh masbro aktivis pangan ya..

    salam dari cilebut007

    salam toet-toet sesamaorang pangan n prides...

    ReplyDelete
  2. salam pangan n prides, masbro :)

    hehe gak nyangka ada priderian lain yang juga orang pangan

    sebenernya ini joint blog koq, ada 3 orang yang menulis di sini

    ReplyDelete
  3. wusss...cah kakao..haha
    ditunggu lho dongeng episode selanjutnya. semoga tidak melulu diakhiri dengan kalimat "happily ever after" :D

    ReplyDelete
  4. kakao cuma sambilan koq Sin
    hahaha...

    masih mengumpulkan memori pengolahan kokoa
    biar jadi episode baru

    ada usul Sin?

    ReplyDelete
  5. kenapa kakao dari luar negeri lebih enak di banding negeri sendiri ya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hayo, yg dimaksud cacao, cocoa, atau chocolate? :)
      Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas kakao (cacao). Mulai dari varietasnya, budidayanya, kondisi tanah & iklimnya (tiap daerah punya rasa yang khas), hingga pengolahan pasca panennya. Komoditas kakao memang terkesan kurang digarap serius di Indonesia ini, padahal potensinya besar.

      Delete