Monday, December 19, 2011

Semua Karena Minyak


Ini bukan ngomongin minyak bumi yang mengakibatkan ontran-ontran di Timur Tengah. Bukan juga tentang minyak sinyongnyong yang membuat Pak Joko meninggalkan istri tuanya. Dongeng ini tentang minyak yang ada di dapur emak-emak dan eyang-eyang kita, jauh hari sebelum menjelma menjadi minyak jelantah ikan asin yang akhirnya di-reuse untuk bikin sambal. >,<


*Part One -- Coconut*

Masih ingatkah kalian dengan buku sakti jaman SD berjudul RPUL? Termaktub dalam buku itu: Indonesia adalah penghasil kopra terbesar di dunia. (Dulu ketika saya mendengar kata ‘kopra’ langsung terbayang pakaian dalam, go figure! >,<) Kopra adalah kelapa yg dikeringkan dan merupakan bahan baku minyak kelapa. Minyak kelapa, atau di Jawa dikenal dengan sebutan minyak klentik, sejak dahulu digunakan oleh nenek moyang kita sebagai minyak goreng, dijual dalam bentuk curah di pasar dan di warung, dan umumnya dibuat oleh industri rumah tangga. Minyak kelapa ini memang asli Nusantara dan sekitarnya (Asia-Pasifik). Kalau Emaknya Gajahmada nulis buku resep, pastilah minyak kelapa ini salah satu ingredients wajibnya.

Sayang di akhir abad 20, nasib minyak kelapa ini tak mujur. Ada penelitian yang mengatakan minyak kelapa itu mengandung asam lemak jenuh, meninggikan level kolesterol dalam darah, dan menyebabkan sakit jantung. Ditakut-takuti begitu, masyarakat pun berangsur-angsur meninggalkan minyak kelapa warisan nenek moyang mereka dan beralih ke minyak goreng berbahan dasar lainnya: sawit, kedelai, jagung, dsb. Namun benarkah minyak kelapa itu jahat?

Well, propaganda yang menjatuhkan pamor minyak kelapa itu berasal dari satu studi yang berusia 5 dekade dan penelitiannya menggunakan minyak kelapa terhidrogenasi. Perlu diketahui, hidrogenasi parsial itu akan mengubah konfigurasi asam lemak dari cis (sebagaimana bentuk alamiahnya) menjadi trans. Asam lemak trans inilah yang berbahaya bagi kesehatan karena akan meningkatkan resiko terkena penyakit jantung, bersifat toksik terhadap sel, menghambat fungsi sel dan fungsi asam lemak esensial, serta meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.

Padahal asam lemak trans tidak sama dengan asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh dalam minyak kelapa itu alamiah. Again, tanya deh sama emaknya Gajahmada kalo gak percaya! Minyak kelapa itu meski pun jenuh, namun rantainya sedang (MCFA = medium chained fatty acid) sehingga mudah dicerna tubuh, mudah dikonversi menjadi energi, dan tidak disimpan dalam tubuh. Selain itu, minyak kelapa mengandung asam lemak laurat yang di dalam tubuh akan dikonversi menjadi monolaurat yang mampu menghancurkan membran lipid dari virus-virus nakal. Asam laurat ini juga komponen utama dalam air susu ibu dan bermanfaat meningkatkan daya tahan bayi.
Yeah! That's why my dad gave me the name Cincha Laura!
Loh, studi jaman purba kok bisa bikin heboh? Apalagi alasannya kalau bukan faktor EKONOMI. Hasil penelitian yang berpihak nan menyesatkan itu digoreng dan disajikan oleh lembaga-lembaga seperti American Soybean Association (ASA), Corn Production Company International (CPC), Center for Science in the Public Interest (CSPI) yang mendapat dukungan dari FDA. Do a little googling, dan anda akan menemukan bahwa orang-orang FDA itu isinya ya orang-orang dari industri agribisnis raksasa di Amerika (termasuk yang baru saja mendapat gelar perusahaan terburuk 2011 oleh Natural Society). Kalau penduduk dunia emoh mengkonsumsi minyak kelapa, harapannya minyak kedelai dan minyak jagung mereka (yang dibuat dari kedelai dan jagung GMO, by the way) makin laris manis tanjung kimpul gitu deh..

Ahli-ahli pangan yang berhati mulia dan tidak sombong (dan memang berkecimpung di dunia maknyak –lemak & minyak) ada yang mempublikasikan hasil-hasil penelitian mereka mengenai keunggulan minyak kelapa, dan bahwa yang berbahaya itu adalah asam lemak trans, bukan asam lemak jenuh. Namun hasil penelitian yang berperi-keadilan nan tidak memihak tersebut baru populer menjelang pergantian abad. Akhirnya pamor si minyak kelapa memang menanjak lagi, terutama yang masih perawan, eh, Virgin Coconut Oil (VCO). Tapi perkebunan kelapa yang sebagian besar adalah perkebunan rakyat terlanjur terlantar, petaninya terlanjur beralih komoditas atau malah beralih profesi jadi artis. Pemerintah sendiri juga males lah membangkitkan lagi industri kopra rakyat. Selain mahal; ribet ngurus transportasinya karena digolongkan sebagai bahan Divisi 4.2  (spontaneously combustible material) sehingga dilarang diterbangkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO); ribet ngurusin banyak petani; juga karena ada alternatif lain yang sudah berkembang dan lebih menguntungkan, yaitu: *jreng jreng* ...KELAPA SAWIT!

(to be continued…)

2 comments: